APA?!
“Kok elo nggak ngajak dia masuk kelompok kita sih?! Kan itu
kesempatan win! Kesempatan!” Oceh Nila yang terlihat sewot kepada Winda.
“Gue gak berani Nil..” ucap Winda pelan.
“Ah lu mah nggak berani mulu. Tadi tuh Kenzi udah nyamperin lu,
tapi lu malah… errghh..” Nila meremas-remas kedua tangannya, kali ini dia
benar-benar geregetan menghadapi kenyataan bahwa sahabatnya Winda tidak pernah
berani untuk mendekati Kenzi, padahal Winda sudah setengah tahun menyukainya.
“Kalo lu gagal, gue juga gagal nih!”
“Ya lagian sih elo, emang kalau gue pacaran sama Kenzi, lu bisa
pacaran juga sama Zahpi? Nggak kan?!”
“Ya… seenggaknya lu bisa minta tolong sama dia buat nyomblangin
gue…” Gumam Nila. “Kan dia sohibnya Zahpi.”
Winda mengangkat alisnya seraya menelan ludah. Dia sudah biasa
dipaksa sama Nila agar bisa dekat dengan Kenzi, padahal yang suka siapa, yang
usaha mati-matian siapa. Memang sih mudah saja buat Winda untuk bisa dekat
dengan Kenzi, toh Kenzi-nya juga friendly, tapi kan kalau lagi
jatuh cinta semuanya bisa jadi sulit.
“Pulang yuk! Udah jam 15.30 nih, gue mau les.” Ajak Winda seraya
bangkit dari kursinya.
“Lu jadi les? Di mana?” Tanya Nila sambil beranjak dari kursinya
juga. Mereka berjalan beriringan keluar kelas.
“Gue di be a smart student.”
“Oh di situ… be patient ya… itu lumayan jauh
loh.” Ledek Nila.
“yee….ngeledek lagi lu! Kalau ‘high IQ’ gak penuh sih, gue gak mau
di BSS…” keluh Winda.
“hahaha… kasian sahabat gue..” Ledek Nila lagi, Winda memonyongkan
mulutnya. Dia menatap jalan raya di hadapannya, angkot dengan jalur yang
melewati tempat lesnya belum lewat juga.
“Gue duluan ya…” Nila masuk ke dalam angkot yang tengah berhenti
di depan mereka. Tidak lama setelah Nila melemparkan senyum dari dalam angkot,
angkot tersebut melaju dengan cepat dan Winda kini sendirian. Semenit, dua
menit, sampai akhirnya sepuluh menit berlalu. Angkot yang ditunggu Winda pun
datang dan dengan cepat, dia masuk ke dalam angkot tersebut. Sebenarnya waktu
yang dibutuhkan untuk sampai ke BSS tidaklah lama, sekitar 15 menit, itupun
kalau lancar, tapi kalau macet seperti hari ini, waktu yang di butuhkan menjadi
lebih lama. Setengah jam, dan tebak apa yang terjadi? Winda sukses sampai di
BSS dengan telat.
“Bagus!” Gerutu Winda dalam hati sambil menaiki anak tangga yang
cukup banyak untuk sampai ke kelasnya yang ada di lantai 3. Winda cukup
tersengal-sengal menaiki anak tangga tersebut. Walau dengan nafas yang masih
naik turun tak beraturan, dia langsung membuka pintu kelasnya dan voila!
Semua orang di dalam kelas langsung melemparkan pandangan kepadanya.
Winda menelan ludah, melemparkan senyum, dan melangkahkan kakinya
masuk ke dalam kelas. “Maaf bu, saya telat.”
Guru yang saat itu sedang mengajar membalas senyumnya Winda. “Oh
iya, tidak apa-apa. Kamu Winda kan? Kebetulan yang belum absen hanya kamu
seorang. Ini kertas absennya, tolong absen disini ya!” Guru itu memberikan
lembaran kertas absen kepada Winda, ia mengambilnya.
“Terima kasih bu...” Ucapan Winda menggantung.
“Bu Fia.”
Winda tersenyum lagi lalu mulai berjalan kearah kursi yang masih
kosong, kursi yang letaknya paling belakang. Dia menjatuhkan diri di atas kursi
kemudian mengambil buku dari dalam tasnya. “Sorry, sekarang lagi halaman
berapa ya?” Tanyanya ke seorang cowok yang duduk di sampingnya.
Cowok itu menoleh ke Winda.”Halaman 177.”
Winda membelalakkan matanya ketika melihat wajah cowok itu, dia
benar-benar tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.
“Ke..Kenzi?!” Winda mengkerutkan keningnya.
Cowok itu tersenyum. “Iya, gue Kenzi. Kok lo bisa.. ada yang
salah?”
Winda menggelengkan perlahan kepalanya. “nggak kok..” Winda
tersenyum sumringah mendapati Kenzi ternyata duduk di sebelahnya.
¿¿¿¿
“WHAT?!”
Winda menutup kupingnya rapat-rapat, tidak kuat mendengar suaranya
Nila yang saat itu terdengar sangat
mengganggu.
“Ah parah nih si Radit, awas aja tuh anak, gue remes-remes baru
tau rasa dia!” Omel Nila, dia terlihat sangat marah setelah mendengar cerita
tentang Kenzi. “segala ngibulin gue lagi!”
Winda mengkerutkan keningnya.”Emang dia bohong apaan?”
Nila mencondongkan tubuhnya. ”Dia bilang Kenzi les privat, bukan
di BSS atau High IQ. Nah lu bilang dia les di BSS, berarti si Radit bohong
kan?! Kurang ajar tuh anak!”
Winda memutar kedua matanya dan berpikir, kayaknya yang suka terbalik.
Dia yang suka tapi Nila yang terobsesi. Di tengah-tengah obrolan mereka yang
terlihat ‘serius’, Kenzi datang menghampiri mereka.
“Hai guys, gue ganggu nggak?” Tanyanya sambil
tersenyum.
Winda dan Nila menggeleng bersamaan.”Gak, ada apa?” Mereka menatap
satu sama lain sambil sedikit mendelikkan mata.
Kenzi tertawa kecil. ”Hmm, gue cuma mau ngasih tau kalau tadi pak
Damar ngasih daftar kelompok belajar dan kebetulan kita bertiga satu kelompok.
Kira-kira kita mulai belajar kelompoknya kapan nih?!”
Winda dan Nila menatap Kenzi sebentar lalu kembali saling menatap
satu sama lain. Mereka juga saling mengkerutkan kening dan saling berkomunikasi
dengan mata mereka. Entah bagaimana mereka melakukannya, tapi yang pasti mereka
saling mengerti. Setelah cukup lama saling menatap, mereka menoleh ke Kenzi
lagi dan tersenyum. “Sabtu!” Jawab mereka kompak.
Kenzi mengangguk pelan.”Ok, sabtu ya?!”
Mereka ikut mengangguk, setelah itu Kenzi pergi meninggalkan mereka.
Bersamaan dengan hal itu, Winda tenggelam dalam detak jantungnya yang berdegup
cepat dan ledekkannya Nila yang menggaung.
¿¿¿¿
Winda memandang dengan cermat barisan angka-angka di hadapanya
walau tak bisa dipungkiri dia sering mencuri pandang menatap Kenzi yang saat
itu sedang serius mengajarkan fisika kepadanya. Kali ini Winda tidak telat
datang ke tempat les dan sebagai hadiahnya, dia bisa mengobrol sebentar dengan
Kenzi bahkan ikut belajar fisika dengannya. Hitung-hitung mengisi waktu sebelum
kelas dimulai.
“Udah ngerti?” tanyanya.
“Iya udah. Mm.. Ken, gue boleh pinjam buku catatan lu gak? Catatan
lu lengkap banget soalnya, nggak kaya catatan gue… hehe.”
Kenzi menutup buku catatanya lalu menyodorkannya pada Winda. “oh
boleh, ambil aja.”
Winda mengambil buku tersebut. “Thanks a lot ya..”
“it’s ok…” Kenzi menggantungkan ucapannya, ia terlihat
seperti memikirkan sesuatu, namun dia terlihat normal lagi setelah melihat buku
tulis di hadapannya. “Winda.”
Bel masuk berbunyi.
“Keatas yuk Win!” Ajak Kenzi. Winda menyetujuinya dan mereka pergi
ke kelas bersama.
------------------
Bel pulang berbunyi. Setelah merapikan buku, Kenzi dan Winda
turun ke lantai dasar bersama-sama. Mereka cukup membicarakan banyak hal hari
ini yang membuat mereka bisa saja menjadi lebih dekat.
Kenzi mengambil helm dan memakainya.”Mau pulang bareng?”
Winda yang saat itu berdiri di hadapannya hanya bisa tertegun dan
terdiam sejenak mendengar ajakannya Kenzi. Dia sama sekali tidak pernah
memikirkan hal ini. Jangankan memikirkan, membayangkannya saja tidak.
Sambil meremas roknya, Winda-pun membuka suara. “ng..nggak usah
deh Ken. Gue bisa pulang sendiri.” Winda menggigit bibir bawahnya.
Kenzi mengangkat alisnya. ”Yakin? udah gelap loh Win, lagipula
pasti macet. Gue anterin aja ya?” Tanya Kenzi lagi.
Winda semakin menggigit bibir dan meremas roknya. Dia mencoba
menimbang-nimbang ajakannya Kenzi.”mm..gimana ya..mm.. ya udah deh.”
Kenzi tersenyum lebar mendengar jawabannya Winda, dia pun menyuruh
Winda untuk duduk di belakangnya. Dengan langkah kecil, Winda pun menduduki jok
ninjanya Kenzi. Setelah memastikan Winda sudah duduk, Kenzi pun melaju
motornya.
¿¿¿¿
Winda menatap dirinya di depan cermin. Dia mencoba menilai pakainan yang ia
pakai saat itu, apakah cocok atau tidak. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka,
ternyata Nila yang masuk sambil memegang gelas berisi orange juice.
Dia menatap pantulan Winda dari cermin di hadapannya.
“Nggak usah ngaca terus-terusan lagi. Ntar kacanya pecah tuh.”
Nila meminum orange juice-nya. Winda membalikkan
badan.
“Gue aneh gak sih?” Tanya Winda ragu. Nila menaruh gelas yang ia
pegang ke atas meja riasnya Winda seraya memperhatikan penampilan sahabatnya
itu.
“mmm… ada yang kurang! Bibir lo kelihatan kering.” Nila
mengambil lip ice color gloss brown berry miliknya dari dalam
kantong celana jeans dan mengoleskan ke bibirnya Winda. “Perfect!”
“Beneran?” tanya Winda, Nila mengangguk dengan semangat. Winda
mengambil sling bag-nya.”lu ikut kan?”
“Ya gak lah. Today just for you and him.” Nila
mengedipkan sebelah matanya.”gue gak mau jadi laler buat lu berdua.”
“Loh kok lu gitu sih, kita bertiga kan kelompok! Trus kalo lu gak
dateng gue harus bilang apa?!” Winda menatap tajam Nila.
“ck,lu tuh!”Gerutu Winda. Nila mendorong Winda keluar dari
kamarnya hingga keluar rumah. Setelah di depan pintu rumah, Nila berdiri di hadapannya
Winda sambil menyilangkan tangannya. ”dengerin gue! Lu kesana sendirian, nanti
kalau dia nanyain gue, bilang sakit atau apa kek.”
“Tt..Ta..” Nila menutup mulut Winda dengan telunjuknya.
“lo harus berani! Kapan lagi lu bisa dekat sama dia?!”
Winda tersenyum.”Lo benar. Kalau gitu gue berangkat ya…”
Nila tersenyum balik sambil mengangkat jempolnya.
¿¿¿¿
Tok tok tok
Kenzi membuka pintu rumahnya. Ia mendapati Winda yang sedang
berdiri di hadapannya sambil tersenyum kecil. “ oh Winda, masuk Win.”
Setelah di persilahkan masuk, Winda-pun masuk ke dalam rumahnya
Kenzi. Rumahnya Kenzi bergaya joglo dengan banyak ukiran kayu dan cerndramata
khas jawa di hampir setiap sudut rumahnya. Kenzi menyilahkan Winda untuk duduk.
“Nila mana? Gak bareng?” tanya Kenzi yang duduk berhadapan dengan
Winda.
“Dia.. dia bilang minta maaf banget Ken gak bisa datang hari ini,
soalnya maag-nya lagi kambuh..” bohong Winda.
“Oh gitu. Yaudah gak apa-apa. Oya diminum cola-nya,
tadi gue udah nyiapin semuanya sebelum lu dateng.”
“Oh, iya. Thanks.” Winda meminum
segelas cola di hadapannya. Terlihat Kenzi mengambil beberapa
buku dari dalam tas yang memang sebelumnya sudah tergeletak di sampingnya. Dia
menaruh buku-buku itu di atas meja lalu duduk di bawah. Melihat Kenzi melakukan
hal itu, Winda pun mengikutinya.
“Kok lu jadi duduk di bawah?” Tanya Kenzi merasa tidak enak hati.
“Gak apa-apa. Kalau belajar gini, lebih enak lesehan.” Jawab Winda
sambil menatap Kenzi. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu, dengan cepat ia
merogoh tasnya dan mencari-cari bukunya Kenzi. Ia baru saja teringat ingin
mengembalikan buku catatannya Kenzi hari ini.
Kenzi tertegun melihat Winda yang sedang sibuk merogoh tasnya
mencari-cari sesuatu. “Cari apa sih Win?”
Sontak Winda menatap Kenzi lekat-lekat.”Gue lupa bawa buku catatan
fisika lu. Padahal hari ini mau gue balikin.”
Kenzi mengerutkan keningnya.”buku catatan??” Gumamnya heran.
“iya…maaf banget ya Ken.”
“uh? oya,kita mulai aja yuk belajarnya. Kita belajar kimia dulu
ya…” saran Kenzi. Winda mengangguk setuju. Mereka pun membuka buku catatan
mereka masing-masing dan mulai membahas soal-soal dalam buku kumpulan soal yang
dimiliki Kenzi. Awalnya mereka memang serius membahas soal-soal yang tersedia,
tapi sesaat kemudian keseriusan mereka terusik dengan obrolan yang mulai
dilontarkan Kenzi terhadap Winda, dan tanpa mereka sadari, mereka menghabiskan
kebanyakan waktu mereka bukan untuk belajar, melainkan untuk mengobrol hal lain
di luar pelajaran. Di sela-sela obrolan mereka yang sangat seru, Kenzi pergi ke
dapur untuk mengisi gelas yang sudah kosong. Disisi lain, Winda iseng melihat
buku-buku miliknya Kenzi.
“Kenzi berwin?” Gumam Winda, dia tertegun melihat nama lengkapnya
Kenzi yang tertera di sampul depan buku catatan kimianya. Dia merasa ada yang
aneh sama nama itu. Kayak ada yang beda.
“Hayo! Bengong aja! Liat apaan sih?” tanya Kenzi mengagetkan
Winda. Dia menyodorkan gelasnya Winda yang sudah terisi kembali dengan cola.
Winda mengambilnya.
“Cuma liat buku lo aja kok…” Jawab Winda.
“Oh…lanjutin lagi yuk yang tadi, lagi seru tuh.. sampai mana ya
tadi?” tanya Kenzi pada dirinya sendiri. “oya, sampai di arch de troumpe.”
Winda tersenyum kecil melihat Kenzi sangat antusias mendengar
penjelasannya tentang bangunan-bangunan yang ada di paris. Dia-pun kembali
melanjutkan penjelasannya lagi walau terkadang terselip dalam benaknya kenapa
Kenzi tidak pernah menyinggung soal BSS, padahal mereka satu tempat les,
setidaknya walau hanya sedikit, Kenzi bisa saja menyinggung dirinya sendiri,
Winda, atau beberapa hal yang terjadi di BSS.
¿¿¿¿
Winda merogoh tasnya mencari-cari buku catatannya Kenzi, setelah ketemu dia
langsung mengeluarkannya dan tersenyum puas. “Akhirnya… Kok gue bisa lupa sih…”
Nila yang sudah menggendong tas punggung hitamnya menghampiri
Winda. ”pulang yuk!” Ajaknya. Winda tidak menggubris
ajakannya Nila, dia malah melemparkan pandangannya kesana kemari mencari Kenzi.
Nila menatap aneh kelakuan sahabatnya itu.
“Ngapain sih lu? Celingak celinguk begitu?” Tanyanya penasaran.
“Kenzi mana?” Tanya Winda balik.
“Dia udah pulang dari tadi. Ada apa sih?” tanyanya lagi. Dengan
sigap, Winda langsung menyampirkan tas di bahunya dan pergi keluar kelas
meninggalkan Nila yang terlihat bodoh di cuekin sama Winda.
“Win! Lu mau kemana?” Teriaknya pada Winda yang sudah ada di depan
kelas. Winda menoleh sebentar dari sisi jendela luar.
“Nyari Kenzi! Mau balikin bukunya!” Teriaknya balik. Ia kembali
melanjutkan langkahnya mencari Kenzi. Sebenarnya bisa saja Winda mengembalikkan
buku milik Kenzi esok hari, tapi besok ada ulangan fisika, tidak mungkin dia
melakukan hal itu. Namun semuanya percuma, seluruh sudut sekolah sudah ia
sambangi, tapi Kenzi belum juga ketemu. Bahkan, smsnya saja belum di balas sama
Kenzi, kalaupun mau ke rumahnya juga hari ini belum tentu bisa. Winda harus les
dan pulang dikala bulan sudah menampakkan wajahnya. Alhasil, ia pun memutuskan
untuk berangkat ke tempat les dan…
“Bego banget sih gue!” ia menepuk dahinya. “Kan gue sama Kenzi
satu tempat les! Gue bisa ngembaliin bukunya di sana. Bego banget sih!”
Winda tertawa sendiri ketika menyadari bahwa dirinya sama sekali tidak terpikir
untuk mengembalikkan buku tersebut di tempat les. Ia merasa sangat bodoh saat
itu dan tanpa ia sadari seseorang tengah memperhatikannya dari kejauhan dan
mulai menghampirinya.
“Winda..” sapa seorang cowok di hadapannya. Ia menaiki ninja merah
dengan helm senada yang masih menutupi wajahnya. Winda mengkerutkan kening dan
mencoba menebak siapa cowok itu.
“Kenzi?!” gumamnya. Kenzi membuka kaca helmnya, sorot matanya
menunjukkan ia sedang tersenyum.
“Lu mau les kan? Bareng aja yuk!” Ajaknya. Winda menelan ludah dan
terdiam. Dia mulai merasakan jantungnya kumat lagi. Berdebar kencang. “Win? Kok
diem?” Tanya Kenzi.
Winda meremas kuat roknya, mencoba menutupi rasa deg-deg nya.
“uh-oh…mm..i..tu..” bibirnya Winda terasa kelu untuk menjawab ajakannya Kenzi.
Dia sangat gugup, tapi ia juga ingin. Winda menghembuskan nafasnya pelan lalu
menatap Kenzi dan tersenyum padanya. “Ayo Ken!” Winda menaiki motornya Kenzi.
Tapi sebelum Kenzi melajukan motornya, Winda membuka suara lagi.
“Ken, thanks ya buat buku catatan lo. Ini gue masukin tas lu ya?”
ucap Winda sambil menunjukkan bukunya Kenzi dari belakang. Kenzi menoleh
sedikit melirik Winda.
“Terserah lu. Pegangan ya!” suruh Kenzi yang tiba-tiba saja melaju
motornya dengan cepat. Sontak, dorongan yang terjadi pada diri Winda membuat
Winda langsung memeluk Kenzi dari belakang. Tangan kirinya meremas bukunya Kenzi
sedangkan yang satunya meremas jaket baseball yang dipakai Kenzi.
¿¿¿¿
Winda membolak-balikkan buku novel ynag ia baca di hadapannya. Ia
terlihat sangat bosan. Entah mengapa, belakangan ini ia mulai malas untuk
menyentuh novel-novel kesukaannya. Padahal untuk melepas rasa bosan, ia selalu
membaca novel. Yah…mungkin selama beberapa minggu ini ia lebih sering melepas
penat dengan menghabiskan waktu bersama Kenzi, walau hanya sebatas di tempat
les atau ketika belajar bersama. Setidaknya itu membuat harinya terasa
menyenangkan. Mereka memang belum memiliki hubungan apa-apa, bahkan sms-an saja
pun mereka jaaarraaaaaang banget. Tapi tidak dapat dipungkiri, mereka semakin
dekat.
Dirrtt…dirrtt…dirrrttt…
Suara getar dari handphone milik Winda yang tergeletak di
sampingnya. Ia menatap layar handphone untuk memastikan siapa yang telepon.
Ternyata Kenzi. “Ya Ken?”
“Malam Win, gue gangu ya?” tanya Kenzi dengan nada yang terdengar
sedikit gugup.
“nggak kok. Ada apa? Tumben telepon…” Tanya Winda balik.
“Win..mm…besok siang mau nemenin gue gak ke toko buku? Kebetulan
kan lu suka baca novel, ya…gue mau minta lu buat temenin gue nyari…mm nyari
novel fiksi ilmiah yang bagus. Mm…bisa gak win?”
Jantungnya Winda berdegup kencang.”Bisa kok! Bisa!”
“Ugh..Kalau gitu sampai ketemu besok ya di Cosmo mall jam 2 siang,
gue tunggu lu di depan starbucks.” Suruh Kenzi.
“iya…” gumam Winda pelan. Ia tersenyum girang mendengar ajakannya
Kenzi, bahkan saking senangnya, ia sampai berloncat-loncatan di kamarnya. Kali
ini Winda benar-benar berhasil mendekati Kenzi.
¿¿¿¿
Kenzi dan Winda saling duduk berhadapan di salah satu sudut Jco
dengan segelas Jcocino berry di hadapan mereka.
“Thanks ya Win udah mau temenin gue nyari nih novel.” Ucap Kenzi
sambil menepuk plastik berisi novel di hadapannya.
Winda mengaduk Jcocino berry-nya seraya tersenyum.”Iya Ken,
sama-sama. Gue malah terima kasih banget hari ini lu ajak jalan. Hehehe. Di
rumah suntuk soalnya.”
Kenzi menggenggam kedua tangannya, ia menatap Winda lekat-lekat.
“mm..Win,kita kan udah sekelas ya selama hampir satu setengah tahun ini.”
“Iya, terus kenapa?” Winda menyedot Jcocino-nya.
Kenzi menarik nafas dalam-dalam.”Jujur…mm.. Gue suka sama lu sejak
kelas 10 dan gue..ugh..baru berani sekarang buat..mm..lu mau gak jadi pacar
gue?” tanya Kenzi dengan nada yang sangat gugup.
Winda terpaku mendengar pengakuannya Kenzi. Tubuhnya kini seperti
sedang di froozen. Dia benar-benar tidak bisa berbicara, bahkan
untuk bergerak saja rasanya sulit. Winda mengkerutkan kening, ia mencoba
mengatur nafas yang sedikit tak beraturan sebelum menjawab pernyataannya atau
mungkin lebih tepat pertanyaannya Kenzi.
“Ugh..mm..Kenzi ber..umm…mma..maksud ggue lu bercanda kan?” Winda
juga ikut gugup menjawabnya.
“Gue beneran Win. Gue ga becanda.” Aku Kenzi lagi.
“Gue..” Winda tidak bisa berbicara banyak, ia belum bisa untuk
menjawabnya sekarang walau dia akui, dia mau jadi pacarnya Kenzi.
“Kalau lu ga bisa jawab sekarang juga gak apa-apa kok.” Ujar Kenzi
lagi. Ia tersenyum kecil. Winda tersenyum balik, perlahan ia mengambil tasnya
dan menyampirkan di bahu kanannya, sedangkan tangan kirinya mengambil Jcocino
berry-nya. Ia beranjak dari kursi.
“Gue akan jawab lu, tapi gak sekarang.” Winda membalikkan badan
dan berjalan dengan cepat keluar dari Jco. Detak jantung yang sangat cepat
terasa menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia benar-benar gugup saat itu, dan mungkin
juga ia sangat bodoh karena tidak langsung menjawab pernyataanya Kenzi padahal ia
sendiri sudah jelas-jelas menginginkan hal itu sejak setahun yang lalu. Tapi
Winda bukanlah wanita yang terburu-buru untuk menjawab sesuatu.
¿¿¿¿
Kenzi langsung duduk dihadapannya Winda yang saat itu memang
sedang menunggunya. Hari ini Kenzi mengajak Winda untuk bertemu dan
membicarakan sesuatu. Entah apa yang mau di bicarakan olehnya, tapi Winda sudah
menerka-nerka apa yang akan dibicarakan oleh Kenzi, dan hal itu langsung
membutanya membuka suara sebelum Kenzi mendahuluinya.
“Gue mau jadi pacar lu…” Ucap Winda cepat. Kenzi melongo
mendengarnya. Ia mengernyitkan dahinya, bingung.
“Gue kan baru mau nembak elo, kok lu udah jawab duluan??” Tanyanya
heran. Winda pun juga ikut heran mendengar ucapannya Kenzi.
“Hah?! Tapi kan seminggu yang lalu lu nembak gue di Jco, lo
lupa?!”
Kenzi membelalakkan matanya. “APA?!” Winda semakin heran melihat
Kenzi.
“Ken? Lo emang lupa kejadian seminggu yang lalu?” Tanya Winda
pelan. “Elo nembak gue dan gue kan belum jawab pernyataan elo.”
“Gue?!” Tanyanya tak percaya. Winda mengangguk. “Nanti dulu.
Jangan bilang dia mirip sama gue? Yang nembak elo? Gak kan Win?!”
“Ya emang yang nembak gue itu lo. Emang siapa? Kembaran lo? Lo kan
anak tunggal…” Jelas Winda yang semakin heran
“Shit!” Umpatnya. “Sorry Win, gue harus pergi.” Kenzi pergi
meninggalkan Winda sendiri. Dengan cepat ia berjalan menghampiri motornya di
tempat parkir. Ia melaju motornya ke suatu tempat, ke rumah yang pernah di
datangi Winda setiap belajar bersama. Rumahnya Kenzi.
Sesampainya di sana, Kenzi langsung membuka pintu yang saat itu
tidak terkunci dan masuk. “BEN!!!” Teriaknya dari ruang tamu. Tiba-tiba saja
seorang pria jangkung berwajah cina-jawa dengan rambut hitam dan mata berwarna
coklat, datang dari arah dapur. Ia memakai celana army ukuran
selutut dengan kaos AON warna merah.
“B?” Ucapnya dengan
menggunakan alfabet inggris. Ia melihat heran laki-laki di hadapannya. Wajah
mereka sangatlah mirip, tak terlihat perbedaanya. Yang membedakan hanyalah
pakaian yang mereka kenakan. B mendekati Ben dengan sigap, ia berdiri tepat di
hadapannya dan saling beradu pandang.
“Lo nembak Winda?! Kenal di
mana lo? Winda tuh udah gue incer sejak 2 bulan yang lalu. Kok bisa-bisanya sih
lu nembak dia?! Kakak apaan lo!” ketus B.
“A…a..apa? Lo juga kenal
Winda?! Ntar dulu, sejak kapan lu pulang ke Jakarta?! Kok lu gak ngasih tau gue
atau mama?!” Tanya Ben.
“Gak usah ngerubah topik
deh lu! Gue mau nanya, kok lu bisa kenal sama Winda?! Winda kan sekolah di
Dharma, nah lu kan sekolah di Lepic. Jangan bilang lu kenal dia lewat facebook
atau twitter?! Atau BBM lagi!”
“Lo gak tahu? Winda tuh
teman sekelas gue di Dharma, dan gue udah pindah dari lepic sejak kelas 10
semester 2. Satu tahun yang lalu.”
“APA?!” ucap B kaget. Di
menjatuhkan dirinya di atas kursi yang terduduk di samping kirinya. Ia mendesah
sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya. Ben duduk di kursi yang ada di
depannya B.
“Sejak saat itu, gue suka
sama Winda.” Lanjut Ben. Ben meringis kecil. ”Lu juga suka ya dan tadi nembak
dia.”
B menggertakkan giginya.
“Shit! Kenapa ini harus terjadi sih?!”
“Ini salah kita B. Dari
dulu kita saling cuek, gak care satu sama lain, kurang
komunikasai layaknya kakak adik, dan akibatnya seperti ini. Kita bahkan saling
gak tahu kalau kita suka sama cewek yang sama.” Ujar Ben.
B menatap Ben yang duduk di
depannya. “Trus kita harus gimana? Gue suka, lu suka, kita sama-sama mau jadi
pacarnya.”
“Biar dia yang milih satu
diantara kita.” Jelas Ben.
“Tapi caranya? Gue udah
cukup buat Winda bingung ya hari ini.”
“Soal itu…biar gue yang
atur.” Kenzi mengambil handphone di saku celananya lalu
menghubungi salah satu nomor di contact-nya. “Hallo Nila, ini gue
Kenzi. Gue butuh bantuan lo…”
¿¿¿¿
Keesokan harinya…
Nila dan Winda berdiri di
depan pintu rumahnya Kenzi. Dengan sedikit paksaan akhirnya Winda mau menemani
Nila kerumah Kenzi, walau Nila harus bersusah payah untuk berbohong pada Winda.
Tanpa harus menunggu lama, Kenzi membukakan pintu, dia tersenyum ramah. “Hai…”
Nila dan Winda tersenyum
balik. Tiba-tiba saja seseorang datang dari balik pintu. Orang yang sangat
mirip dengan Kenzi, perbedaannya Kenzi yang satu menggunakan t-shirt hitam
sedangkan yang satunya menggunakan t-shirt putih. Nila dan
Winda terkejut melihat pemandangan di hadapan mereka. Sebelum mereka membuka
suara, Kenzi dengan t-shirt hitam menyuruh mereka untuk masuk
dan mempersilahkan duduk.
“Kalian pasti kaget ngeliat
kita berdua.” Jelas Kenzi dengan t-shirt putih. Winda dan nila
mengangguk pelan tanpa bersuara sedikit pun. “Lo bisa panggil gue B, dan kakak
gue dengan Ben.”
“Kalian kembar?” Tanya
Winda. “kok bisa?! tapi selama ini…”
Setelah B dan Ben saling
melirik, mereka pun akhirnya menjelaskan apa yang sebenarnya tengah terjadi. B
adalah temannya Winda di BSS sedangkan Ben adalah teman sekelasnya Winda, dan
mereka adalah saudara kembar. Sejak bayi, mereka sudah terpisah karena
perceraian orang tua mereka. B tinggal bersama papanya di singapura dan Ben
bersama mamanya di Jakarta. Nama mereka sama namun kata Berwin di belakang nama
mereka beda huruf. Ben menggunakan huruf i dalam namanya sedangkan B
menggunakan huruf y. Selama ini tidak ada yang tahu bahwa mereka kembar selain
keluarga mereka. Lagipula teman-teman mereka juga sama-sama memanggil mereka
Kenzi, bukan B atau Ben, karena itu hanyalah panggilan dari orang tua mereka.
Selain itu mereka juga tidak dekat selayaknya saudara. Hal yang membuat mereka
tidak terlalu mengenal satu sama lain sehingga tanpa mereka sadari, mereka suka
dengan satu orang yang sama. “So, lu pilih siapa diantara gue dan Ben?”
Winda terpaku mendengar
penjelasan yang dilontarkan B. dia bingunng harus bicara apa. Lagipula –tanpa
sadar- Winda sering melakukan hal yang menyenangkan dengan mereka berdua. Tapi
apa yang harus dia lakukan sekarang juga ia bingung. Nila memandangnya. Winda
cukup lama berpikir untuk memberikan jawaban yang tepat.
“B, gue suka sama lo karena
lo yang pertama kali berusaha, tapi Ben yang gue suka sejak awal. Dan emang
dari awal yang gue liat dari lu, lu adalah Ben, bukan sebagai B. So… gue milih
Ben.. maaf B.” ujar Winda pada B dan Ben yang duduk di hadapannya. Ben dan B
tersenyum kecil.
“Oke kalau gitu…gue bisa
terima alasan lo.” Ucap B pada Winda. Ia merangkul Ben. “Ben, jangan putusin
Winda, karena gue akan langsung ngambil dia dari elo saat itu juga.” B
tersenyum lebar seraya mengedipkan sebelah matanya ke Ben, Winda dan Nila
tertawa lebar melihatnya.
“Waahh…. Kayaknya lampu
hijau nih buat usaha pendekatan gue sama Zahpi…” Canda Nila sedikit berbisik di
telinganya Winda. Winda mengkerutkan kening dan sedikit tersenyum menahan tawa.
Komentar
Posting Komentar